Mengingat radiasi dapat membahayakan
kesehatan, maka pemakaian radiasi perlu diawasi, baik melalui
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan radiasi dan bahan-bahan radioaktif,
maupun adanya badan pengawas
yang bertanggungjawab agar peraturan-peraturan tersebut diikuti. Di Indonesia,
badan pengawas tersebut adalah Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).
Filosofi proteksi
radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional
untuk Proteksi Radiasi (International
Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam suatu pernyataan yang
mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:
- Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi,
- Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai azas optimasi,
- Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi.
Konsep untuk mencapai suatu tingkat
serendah mungkin merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya
untuk radiasi tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan lingkungan.
Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan radiasi secara keseluruhan,
maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan
kebutuhan dan manfaat dari sisi kemanusiaan.
Menurut Bapeten, nilai batas dosis
dalam satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv (5 rem), sedang untuk
masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). Menurut laporan penelitian UNSCEAR,
secara rata-rata setiap orang menerima dosis 2,8 mSv (280 mrem) per tahun,
berarti seseorang hanya akan menerima sekitar setengah dari nilai batas dosis
untuk masyarakat umum.
Ada dua catatan yang berkaitan
dengan nilai batas dosis ini. Pertama, adanya anggapan bahwa nilai batas ini
menyatakan garis yang tegas antara aman dan tidak aman. Hal ini tidak
seluruhnya benar. Nilai batas ini hanya menyatakan batas dosis radiasi yang
dapat diterima oleh pekerja atau masyarakat, sejauh pengetahuan yang ada hingga
saat ini. Yang lebih penting dari pemakaian nilai batas ini adalah
diterapkannya prinsip ALARA pada setiap pemanfaatan radiasi. Kedua, adanya
perbedaan nilai batas dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum. Nilai
batas ini berbeda karena pekerja radiasi dianggap dapat menerima risiko yang
lebih besar (dengan kata lain, menerima keuntungan yang lebih besar) daripada
masyarakat umum, antara lain karena pekerja radiasi mendapat pengawasan dosis
radiasi dan kesehatan secara berkala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar